Perpisahan itu tak terelakkan. Mungkin memang demikian adanya. Karena perpisahan, sama halnya seperti perjumpaan, diatur oleh Tuhan. Manusia tak bisa berbuat apa-apa mengenainya.
Namun, manusia bisa menentukan acara perpisahan akan dibuat seperti apa.
Selama bekerja di kantor yang sekarang, aku telah menyaksikan beberapa acara perpisahan. Secara garis besar, acara perpisahan ala kantorku dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah perpisahan yang dirayakan, di mana undangan ditempel sejak beberapa hari sebelum hari-H, dan seluruh karyawan mulai dari lapis atas, lapis bawah, sampai lapis legit diundang berkumpul di satu ruangan, ada sesi penyampaian kesan-pesan, lantas disajikan makanan ringan. Kadang disajikan pula video singkat atau panjang mengenai perjalanan karir si karyawan/wati, menggambarkan apa-apa saja yang telah ia lakukan untuk kantor, dsb. Kadang, diiringi pula dengan air mata.
Yang kedua adalah perpisahan yang tidak dirayakan. Si karyawan/wati cukup berpamitan pada rekan-rekan kerjanya secara pribadi.
Mulanya aku berpikir, ada dua penyebab mengapa perpisahan dengan seorang karyawan/wati tidak dirayakan.
Yang pertama, karena si karyawan/wati belum lama bekerja di sini. Seperti yang terjadi pada seorang gadis cantik yang resign bahkan sebelum masa percobaan usai. Singkatnya waktu bekerja menyebabkan ia belum sempat menjalin persahabatan yang mendalam dengan rekan-rekan kantor, sehingga mungkin saja tidak ada yang merasa kehilangan ketika ia pergi.
Yang kedua, karena si karyawan/wati terburu-buru pindah, dengan terlebih dahulu menghabiskan seluruh jatah libur dan cutinya, sehingga tak cukup waktu bagi orang lain untuk merancang acara perpisahan. Hal ini terjadi pada seorang rekan yang pergi training ke London, lalu mengambil seluruh jatah cuti dan liburnya sebelum pindah ke kantor lain. Meskipun besar sumbangsih si rekan bagi kantor, namun tak ada cukup waktu. Maka tidak ada acara perpisahan. Hal ini bisa dimengerti.
Namun yang tidak kumengerti adalah ketika seorang karyawan bagian desain grafis/animasi (something like that-lah) mengundurkan diri. Tak ada acara perpisahan mengiringi kepergiannya. Padahal setahuku, ia adalah salah satu pionir, atau karyawan pertama yang diterima. Sumbangsihnya bagi kantor, tak perlu dipertanyakan lagi. Dan lantaran pribadinya gokil, suka bercanda, jenis pelawak sejati (pandai menirukan dubbing-an acara TV Benteng Takeshi dengan sempurna), maka banyak pulalah temannya di kantor ini.
Namun tidak ada yang menempel undangan, memanggil seluruh karyawan berkumpul, tidak ada video perjalanan karir, tidak ada makanan ringan. Ia cukup membagi-bagikan kartu namanya pada semua rekan kerja sebagai ucapan perpisahan.
Entah mengapa. Hingga kini belum ditemukan formula apa yang membentuk, atau faktor apa yang menentukan, acara perpisahan dengan seorang karyawan itu perlu diadakan atau tidak.
Well, Mas M, semoga tulisan pendek di blog ini cukup berarti untuk mengiringi kepergianmu, yang sekarang sibuk berkarir di tempat yang baru/usaha sendiri di rumah. Sukses selalu menyertaimu, dan kapan kita ikutan lomba Benteng Takeshi beneran di Jepang?
^^
kenapa harus pakai inisial untuk menyebutkan nama muluk secara langsung bu?
Justru itu tujuan saya, belajar menggambarkan seseorang dengan cukup jelas, sehingga walau cuma disebutkan inisialnya, orang lain sudah tahu siapa yang dimaksud
^^
hai santi…menurutku itu semua tergantung teman2 sekantornya ya…karena kalo ada satu orang yang mo berinisiatif mengadakan perpisahan buat orang yang mo resign..barulah itu terjadi. jadi..lain kali kalo ada yang mo resign siapa tau santi bisa jadi pencetus ide untuk mengadakan pesta perpisahan yang berkesan buat dia hehehe
Pagi Miss….boleh juga tulisannya. Pengalaman pribadi yang mengesankan di lingkungan kerja. Saya pikir…untuk membuat sesuatu itu berharga..tentunya kita harus merubah pandangan kita sendiri..jangan pakai patokan umum…ciptakan di pikiran kita sendiri itu sangat berkesan…Oke…Atau saat ” Meeting ” saya kira bisa diusulkan ide-ide cemerlang tadi…
Makasih…
Thx buat saran-sarannya ya :p
Good idea, merancang acara perpisahan sendiri tanpa harus menunggu inisiatif dari kantor :p
Tapi semoga saja dalam waktu dekat ini ggak ada yang resign lagi, hehe…
^^
iya ya mbak, emang belum ada formula yang merumuskan apakah kepergian seseorang pantas dirayakan atau tidak. apakah dengan farewell party, perusahaan benar-benar merasakan kehilangan karyawannya? apakah itu ukuran yang tepat? teman-teman yang menghadiri farewell party kita, misalnya, apakah benar-benar merasa kehilangan kita? atau hanya ingin makan kue perpisahan saja?
kadang terasa tidak adil bagi kita, ketika teman yang kita anggap luar biasa dan berjasa, ternyata kepergiannya dianggap angin lalu saja oleh orang lain.
kalau aku pergi dari tempat ini suatu saat, aku ingin melakukannya dalam diam (udah kaya Suzanna belum mbak?). tidak ada kemeriahan ketika aku datang ke tempat ini, aku ingin situasi seperti itu juga ketika aku pergi.
terpenting adalah teman-teman tidak pernah menghapus aku dari hati mereka. terpenting adalah aku tidak pernah kehilangan teman-teman, karena kita akan selalu punya cara untuk bertemu dan berbagi.
Muluk cabut? wah, baru tau nih, telat banget yak?xixixixi…pindah kemana dia?
btw, ngomong2 soal perpisahan atau farewell party atau apalah namanya, jd keingetan sama diri sendiri. Gw sendiri gk pernah merasa perlu mengadakan atau diadain pesta perpisahan setiap pindah tempat kerja.
1. karena gw yakin gw belum sepenuhnya berpisah sama temen di tempat2 kerja yang lama.
2. gw jg sadar kalo gw gk penting2 amat, jd gk perlu orang lain merasa harus mem-pestakan kepergian gw.
3. dan alasan paling utama, karena gw paling benci acara pesta, dalam bentuk apapun, untuk siapapun.
jadi ke-ide-an juga buat nulis soal pesta dalam kacamata gw pribadi. yuk mari….! 😀