Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Menulis’ Category

Julian

Waktu berusia 6 minggu, hanya kantongnya saja yang terlihat.

Waktu berusia 8 minggu, bentuknya terlihat lucu seperti Barney ^^

Waktu berusia 11 minggu 5 hari, bentuknya sudah seperti bayi, hanya saja ukurannya masih amat mungil. Saat dokter kandungan menekan perut ibunya, Si Dedek merasa daerah kekuasaannya terganggu. Sontak ia bergerak heboh, mengacungkan tangan dan kakinya, ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, ke segala arah pokoknya ^^

Untung ada USG. Kalau tidak, saya sendiri tidak akan percaya, janin berusia 11 minggu bisa bergerak seheboh itu ^^

Dari hari ke hari, ia terus bertumbuh…

Waktu berusia tepat 40 minggu, Si Dedek merasa sudah waktunya keluar!

Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, serta dokter, bidan, dan suster yang hebat, dukungan keluarga, ketekunan saya senam hamil setiap minggu sejak kandungan berusia 30 minggu, ditambah dengan suntikan ILA (biar tidak sakit saat melahirkan), Marcus Julian Kajo dilahirkan ke dunia ini, pada tanggal 3 Agustus 2011, sekitar pukul 19.47 WIB. Berat badannya 3,47 kg, panjangnya 51 cm.

Sejak saat itulah saya mendapat seorang ‘bos’ baru ^^

Pada hari pertama, bos saya baiiik sekali. Ia tidur seharian, hanya bangun sebentar-sebentar untuk dimandikan dan belajar menyusu, serta tidak rewel.

Mulai hari kedua, bos saya sudah merasa haus dan lapar. Sayang ASI-nya belum keluar. Akhirnya bos saya hanya sekedar belajar menyusu, tanpa mendapatkan susu itu sendiri. Kalau sudah benar-benar merasa haus dan lapar, bos saya akan memperlihatkan ekspresi wajah sedih dan menangis.

Saya ikut merasa sediiih sekali. Betapa tidak, saya sendiri diberi berbagai macam makanan, sayuran dan minuman yang bergizi, serta merasa kenyang sepanjang waktu. Sedangkan bos saya itu justru kelaparan, dan belum mendapat apa-apa sama sekali. Tetapi tidak apa-apa, karena bayi yang baru dilahirkan masih mempunyai cadangan makanan yang cukup untuk 3 hari.

Waktu dilahirkan, badannya lumayan gemuk. Tapi makin lama terlihat makin kurus. Sungguh tidak tega rasanya…

Setelah dua setengah hari lamanya tinggal di klinik, dan ASI masih belum keluar, saya benar-benar merasa kasihan kepada bos saya. Lantas saya berkonsultasi dengan dokter. Dokter bilang, diberi susu formula dulu tidak apa-apa. ASI rasanya lebih enak kok. Nanti kalau produksi ASI sudah melimpah, Si Dedek pasti dengan mudah beralih ke ASI.

Begitu dibawa pulang ke rumah pada hari ketiga, bos langsung diberi hadiah berupa 30 ml susu formula. Betapa bahagia dan cerah rona wajahnya kala itu!!! ^^

Saya merasa sedih karena tidak bisa memberikan ASI eksklusif. Tapi tidak apa-apa, meski tanpa embel-embel eksklusif, bos saya harus tetap mendapat ASI. Hei payu****, berproduksilah! ^^

Saya melahap daun katuk, bayam, dan berbagai kacang-kacangan setiap hari, dalam porsi besar. Minum air sari kacang hijau yang sungguh mati saya benci (sambil menutup hidung dan memotivasi diri tentunya), temulawak, susu untuk ibu hamil, vitamin, dan entah apa lagi.

Setelah bos berusia sekitar 5 hari atau seminggu (lupa tepatnya), barulah ASI saya keluar. Fffiiiuuuhhh, lega… ^^

Keluarnya masih sedikit sekali, dan jelas tidak cukup untuk seorang bayi kecil yang sangat gemar minum susu. Tapi sesedikit apa pun tetap harus diberikan, karena dengan demikian, secara otomatis produksinya akan terus bertambah.

Kini produksinya memang sudah jauh bertambah. Tapi kebutuhan bayi kecil ini juga terus bertambah, sehingga susu formula juga tetap diberikan. Hanya saja, kalau dulu 1 kaleng dihabiskan dalam 5 hari, sekarang 1 kaleng bisa cukup untuk 7-8 hari ^^

Saya masih berharap dan berusaha, agar suatu hari nanti produksi ASI bisa mencukupi seluruh kebutuhannya ^^

Bos saya ini menuntut saya untuk bekerja 24/7, yaitu 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Kalau orang lain merasa senang saat hari Jumat sore tiba (wiken, yihaaa!^^), bagi saya mah tidak ada bedanya. Saya tetap harus bekerja. Tanggal merah juga sama.

Selain itu, jam kerjanya amat tidak pasti. Kalau membutuhkan saya pukul 3 pagi misalnya, bos yang satu ini tidak segan-segan membangunkan saya.

Barulah saya merasa, betapa enaknya kerja kantoran itu ya ^^ Jam kerjanya sudah pasti, kalaupun lembur juga sudah pasti, misalnya sampai pukul 22.00 saja, setelah itu bisa pulang dan beristirahat. Sabtu-Minggu libur, ada jatah cuti 12 hari, dan lain sebagainya.

Namun dari semua bos yang pernah menjadi atasan saya, bos inilah yang paling saya sayangi. Bos ini membuat saya merasa amat dibutuhkan, dan mengajarkan begitu banyak hal kepada saya. Nanti ditulis satu-persatu dalam blog ini, tunggu saja ya ^^

Selain itu, bos yang satu ini sangat unik. Kalau bos-bos saya yang dulu membayar saya dengan sejumlah rupiah, bos mungil ini cukup membayar saya dengan senyuman. Herannya, saya kok ya terima-terima saja ya. Tidak pakai protes dulu, gitu.

Tahukah Anda, mengapa? Karena senyumannya manis sekali ^^


Read Full Post »

Tikus sawah penyelamat

Diselamatkan oleh tikus sawah? Bisa jadi. Untuk mengetahui benar atau tidaknya, silakan membaca keseluruhan kisah di bawah ini.

Tikus sawah berbeda dari tikus got yang biasa kita lihat di area perkotaan. Tikus sawah yang merupakan jenis tersendiri ini bisa dibilang bersih, karena ia hidup di lubang-lubang bawah tanah di area persawahan dan padang rumput. Hewan pengerat ini gemar makan padi, jagung dan rumput. Dengan demikian, makanannya juga bisa dibilang bersih dan bergizi. Jauh berbeda dari tikus got yang kotor dan biasa mengais-ngais sampah.

Alkisah hiduplah seorang gadis cilik, sebut saja namanya Mawar, yang tinggal di sebuah desa nun jauh di lereng gunung. Mawar terlahir dari keluarga petani miskin di desa tersebut. Ibunya telah meninggal sejak Mawar masih amat kecil. Karena itu, Mawar diasuh oleh seorang kakak perempuannya.

Saat berusia sekitar 5 tahun, kondisi Mawar sangat mengenaskan. Tubuhnya hanya tinggal tulang dibalut kulit. Napasnya pun tinggal satu-satu. Khawatir putri bungsunya takkan sanggup bertahan hidup, Sang Ayah lantas membawa Mawar ke Puskemas untuk diperiksa oleh mantri desa.

Pak Mantri mengatakan bahwa Mawar bisa disembuhkan. Hanya saja, obatnya agak aneh… yaitu daging tikus sawah. Pak Mantri menyarankan agar ayah Mawar memasang perangkap untuk tikus, lantas memasak dagingnya dan memberikannya kepada Mawar. Katanya, daging tikus sawah berkhasiat untuk mengobati penyakit Mawar.

Meski setengah tidak percaya, ayah Mawar menjalankan saran Pak Mantri. Untunglah populasi tikus sawah melimpah, sehingga ada saja tikus yang masuk ke dalam perangkap setiap harinya. Demikianlah, selama berhari-hari Mawar mengkonsumsi daging tikus sawah. Namun Sang Kakak yang bertugas memasak tidak pernah memberi tahu Mawar, bahwa daging tersebut adalah daging tikus.

Ajaib…!!! Dalam waktu beberapa minggu saja, Mawar sembuh…!!! Tubuhnya yang dulu kurus, kini berisi. Keceriaan dan kelincahannya juga telah pulih kembali. Apa gerangan yang terjadi? Benarkah tikus sawah berkhasiat untuk mengobati penyakit???

Sebenarnya, saat Mawar dibawa ke Puskesmas desa, sekali lihat saja Pak Mantri sudah tahu bahwa gadis cilik itu sesungguhnya tidak menderita penyakit apa pun. Ia hanya kekurangan gizi. Mungkin bila diberi makan daging, Mawar akan segera pulih. Namun, bagaimana mungkin ia meminta ayah Mawar untuk menyediakan daging ayam, sapi, ataupun ikan bagi Si Putri Bungsu? Keluarga miskin dan papa itu takkan mampu membelinya.

Untung ada tikus sawah penyelamat, yang mampu memberikan gizi bagi Mawar.

Kini Mawar sudah tumbuh dewasa, sehat, kuat, dan sudah bekerja pula. Kakak perempuan Mawarlah yang mengisahkan hal ini pada saya. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, sebab hingga saat kisah ini diturunkan, Mawar sendiri juga tidak tahu ^^

Gambar diambil dari: http://farm2.static.flickr.com/1346/544454437_e5f6ccb0e3.jpg

Read Full Post »

Apa kata jarimu? ^^

Untuk setiap jari telunjuk yang mengarah kepada orang lain, ada 4 jari lain yang menunjuk ke arah diri kita sendiri.

Berbagai tanggapan bermunculan, atas rekaman wawancara Qory Sandioriva dalam penjurian Miss Universe 2010, yang bisa dilihat dengan mudah di youtube. Banyak yang mencemooh kemampuan berbahasa Inggris wakil dari Indonesia ini. Memang sih, kemampuan berbahasa Inggrisnya hanya sekedar terjemahan kata demi kata dari bahasa Indonesia, alias word by word translation. Tanpa mengindahkan tata bahasa, gaya bahasa, dan lain sebagainya.

Mungkin akan jauh lebih baik bila Qory menggunakan jasa interpreter, agar ia bisa lebih fokus pada isi jawaban, tanpa perlu memusingkan soal bahasa. Banyak kok, pemenang Miss Universe yang memanfatkan jasa interpreter lantaran tidak lancar berbahasa Inggris. Saya punya banyak teman yang berprofesi sebagai interpreter. Saya sendiri ingin mencoba menjadi interpreter (^@^)

Tidak bisa dipungkiri, Qory memang punya kelemahan. Orang boleh saja mencemooh, mengejek, dan menghinakan ketidakmampuannya berbahasa Inggris. Namun ingatlah, untuk setiap jari telunjuk yang mengarah kepada orang lain, ada 4 jari lain yang menunjuk ke arah diri kita sendiri.

Jujur saja, saya termasuk orang yang menyaksikan rekaman wawancara itu di youtube, sambil tertawa-tawa menghina.

“Hahaha…wkwkwk…qiqiqi…”, tawa Si Jari Telunjuk.

Tapi tidak lama. Sebab, 4 jari tangan saya (selain telunjuk), terarah kepada diri saya sendiri.

Kata Si Jempol, “Kenapa menertawakan dia? Usianya baru 19 tahun. Mengikuti kontes Miss Universe pada usia 19 tahun tidaklah mudah. Pada usia semuda itu ia harus banyak belajar, mempersiapkan diri, dan menanggung beban moral karena menyandang nama negerinya tercinta, Indonesia. Tidak sepantasnya kita menertawakan orang yang telah berusaha keras” (waduh, si Jempol emang paling galak, deh).

Si Jari Tengah langsung menyambung, “Pada usia 19 tahun ia sudah punya prestasi yang bertaraf nasional. Kalau belum bisa meraih prestasi bertaraf internasional, itu bukan salahnya dong. Kamu sendiri, apa prestasi yang telah diraih pada usia 19 tahun?” (Huaaa… Si Jari Tengah tidak kalah galak rupanya. Prestasi saya di usia 19 tahun…? Pernah menang lomba makan kerupuk saat perayaan 17-an di kampung ‘kali ya…?)

“Ah, ia sangat cantik dan wajahnya khas wanita Indonesia. Proporsi tubuhnya juga ideal. Kelihatannya jauh lebih bagus dibanding saat kita sedang melihat ke cermin,” ujar Si Jari Manis. (Hiks… Si Jari Manis jujur sekalee…)

Si Jari Kelingking melontarkan komentar ringan saja, “Setidaknya ia sudah pernah menjejakkan kaki di Las Vegas, Amerika Serikat. Kamu sendiri belum pernah pergi sejauh itu, kan?” (Oh, iya ya, saya tidak berpikir sejauh itu saat tertawa-tawa menghina tadi…)

Kapok deh.

Ah, lain kali saya harus berpikir-pikir seribu kali dulu sebelum menghina orang lain. Sebab jari-jari tangan saya galak-galak dan berpikiran kritis… ^^



Read Full Post »

Pemikiran manusia bekerja dengan cara yang aneh. Misalnya saja, ingatan akan sebuah film karya M. Night Syamalan, ditambah dengan apa yang saya baca di blog Alice, plus idung kembang-kempis akibat menerima pujian, menghasilkan tulisan di bawah ini.

Yang pertama adalah film ‘Lady in the Water‘. Dalam film tersebut, seorang pemuda diramalkan akan menulis sebuah buku yang kontroversial, lantas meninggal akibat dibunuh, gara-gara buku yang ditulisnya itu. Sekilas peranannya tidak penting: menulis buku, kemudian mati dibunuh. Namun kelak, bertahun-tahun setelah kematiannya, seorang anak akan membaca buku yang ditulis Si Pemuda. Pemikiran dalam buku itu membekas di hatinya. Si Anak kemudian tumbuh menjadi seorang pemimpin yang baik dan mendatangkan kesejahteraan bagi banyak orang. Kesimpulannya, secara tidak langsung Si Pemuda berperan penting bagi kesejahteraan banyak orang, lewat bukunya yang menginspirasi Si Anak.

Yang kedua adalah blog tetangga saya, Alice in Wonderland. Tulisannya yang bertanggal 12 Juli mempertanyakan apakah blog-nya bermanfaat untuk orang lain?

Yang ketiga adalah idung saya yang sempat kembang-kempis sebentar, setelah seorang sahabat mengirimkan pesan singkat, mengabarkan bahwa sebuah tulisan saya yang berjudul ‘Karunia Terindah’ membuatnya menangis. Tulisan itu juga membantunya untuk tetap mensyukuri karunia Tuhan, di kala bayinya sedang super rewel sekalipun.

Ah, padahal saya membuat tulisan itu sekedar untuk curhat, sekaligus mengenang kebersamaan saya yang singkat bersama Si Kecil.  Sebab yang terucap akan lenyap, namun yang tertulis akan abadi. Verba volent, scripta manent.

Saya kebanyakan menulis untuk diri sendiri. Jika ternyata tulisan-tulisan itu bisa bermanfaat untuk orang lain, maka hal ini merupakan bonus untuk saya ^^

Kadang saya berpikir, kenapa saya ini biasa-biasa saja ya??? Tampang, biasa. Penampilan, biasa. Kepribadian, biasa. Otak, biasa (masih untung gak jongkok sih…^^) Kemampuan nyanyi, (dengan berat hati saya akui) biasa. Profesi, biasa. Bakat dan kemampuan di bidang lain-lain, juga biasa. Pokoknya biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa. Orang yang biasa-biasa seperti saya ini, bisakah bermanfaat bagi orang lain?

Saya tidak tahu. Saya hanya tahu menulis. Kemungkinan besar saya hanya akan menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja. Namun bisa jadi tulisan saya akan berguna bagi orang lain. Dan orang lain itulah yang kelak akan menjadi pribadi yang istimewa.

Siapa tahu…???

Kesimpulannya… tetap menulis ‘kali ya??? ^^

Read Full Post »

One day I was going home by transjakarta when rain suddenly poured down from the sky. The rain was so heavy that you’d soon be soaked in water although you had an umbrella. So there was no way for me to ride an ojek as I usually do. The other option was to get a taxi… but the traffic jam was extremely dreadful that you’d be wasting time (and lots of money) anyway.

The last option was to wait at the bus shelter, and that’s what I did. I got there around 7.30 pm, and guess what… the rain didn’t stop pouring until 9 pm…!!! So there I was, standing for 1,5 hours without any book to read or anyone to talk to. When the rain finally stopped at 9 pm, I was so happy as I could be, quickly got myself an ojek, smiling all the way home :p

Then I realized I’ve learned something new. We have the right to pursue our goals, yet God is the one who decides whether we deserve it or not. He also decides the right time for us to get what we are worthy of. No matter how hard we’ve tried, no matter how much we want to make our dreams come true, it can’t always come in an instant.

Keep on working hard… but sometimes we simply have to WAIT. It leaves us two options: waiting happily or unhappily. I believe there are lots of goals we’re not yet to reach… but for me, ever since that day, I’ve decided to wait happily and thank God for everything He’s given to me… It’s not always easy though, but it makes me feel lots better.

What about you…??? :p

* It was written on October 19, 2006, the second writing posted in my friendster blog. Actually I have forgotten the art of waiting happily. That’s why I decided to post this old writing here. To remind myself of my revelation under the rain ^^ *

Now I’m waiting happily to get pregnant again ^^

Read Full Post »

Tahun 80-an. Seorang bapak berkacamata dengan baret hitamnya yang khas memperlihatkan sebuah gambar ke arah kamera, sambil berkata, “Gambar ayam berkokok, hasil karya ###, dari SD ### bagus… Gambar pak tani, dari adik kita ###, TK Pertiwi ### bagus… Gambar pemandangan…” dan seterusnya.

Bertahun-tahun saya menjadi pemirsa setia acara ‘Gemar Menggambar’ produksi  Televisi Republik Indonesia. Mungkin kalau dijumlah total, sudah ribuan gambar kiriman anak-anak dari seluruh Indonesia yang saya saksikan. Semuanya punya satu kesamaan, yaitu bagus. Tidak ada satu pun yang jelek.

Padahal kenyataannya… ada saja gambar yang jelek. Atau bahkan luar biasa jelek. Kadang saya bertanya-tanya, apakah bapak berkacamata ini tidak takut dinilai tidak punya selera? Tidak punya cita rasa seni? Kok gambar jelek dibilang bagus?

Lalu tiba-tiba pada suatu hari, saya temukan jawabannya. Bapak bertopi ini selalu mengatakan bagus, karena beliau tidak sok tahu! Beliau tidak ingin mendahului Yang Maha Kuasa.

Saat itu, mungkin si pengirim yang masih duduk di bangku SD baru bisa membuat gambar cakar ayam. Namun tidak menutup kemungkinan kelak ia akan bisa membuat karya lukis yang mengagumkan. Saat itu gambar yang dikirim masih berupa coret-coretan. Namun, siapa tahu kelak si anak bisa jadi seniman pelukis abstrak yang jempolan.

Kita tidak akan pernah tahu. Konon, waktu SD dulu  Elvis Presley cilik mendapat nilai C untuk mata pelajaran musik. Di masa SD, Albert Einstein pernah dianggap sebagai pelajar yang daya pikirnya lambat. Tapi lihat apa yang terjadi ketika mereka dewasa.

Segalanya mungkin. Lihatlah putra Anda yang sedang berlarian di atas rumput sambil merentangkan kedua tangan, seolah ingin terbang. Konon, dulu Wright bersaudara juga begitu. Lihatlah anak perempuan tetangga yang menari berputar-putar tidak karuan. Barangkali mirip masa kecil Isadora Duncan?

Anak kecil, serupa dengan tunas yang bertumbuh. Mungil, namun sarat akan asa. Pohon redwood 115,2 meter yang merupakan pohon tertinggi di dunia, dulunya juga bermula dari sebuah tunas mungil, kok.

Kadang ada bakat dan kemampuan yang begitu jelas terlihat. Namun banyak juga bakat dan kemampuan yang tersembunyi. Karenanya, tidak adil jika kita menghakimi anak-anak, dan menuduh mereka kurang pandai, kurang berbakat, dan sebagainya. Lebih baik kita bimbing dan kita semangati, agar mereka dapat bertumbuh dengan maksimal.

Seperti halnya semua gambar adalah ‘bagus’, karena kata tersebut menyiratkan harapan Pak Tino Sidin. Harapan bahwa semua anak Indonesia gemar menggambar. Kalau Pak Tino Sidin dulu mengatakan jelek… jelek… bisa jadi anak-anak Indonesia tidak akan merasa pede untuk mengirimkan gambar hasil karya mereka, dan hilang semangat untuk berkarya.

Selain itu, boleh ya saya tambahkan sedikit catatan dari pengalaman pribadi ^^

Kalau Anda merasa tertarik pada satu bidang, kesenian atau apa saja, jangan pikir panjang, belajar saja! Tekuni saja! Hajar! Singkirkan pemikiran dan kebimbangan seputar Anda berbakat atau tidak, terlalu tua untuk belajar atau tidak.

Kita tidak akan pernah tahu kita berbakat atau tidak, sebelum setidaknya mencoba.  Minimal, dengan belajar  kita akan menjadi lebih pintar. Selain itu, mengutip nyanyian Jonathan Knight dari New Kids On The Block, age is just a number. Jangan pikir Anda terlalu tua untuk belajar. Saya sendiri baru belajar vokal klasik di usia 28 tahun. Memang sih, dengan les vokal, barangkali suara saya tetap tidak akan pernah menjadi seindah Mbak Church, karena kadar bakat yang jauuuuuh berbeda. Namun setidaknya saya hari ini lebih baik daripada saya beberapa tahun lalu, sebelum berlatih vokal klasik ^^

Pernah saya dengar seorang musisi mengatakan, bila tidak berbakat lebih baik tidak usah menekuni musik, karena hasilnya pasti tidak bagus.

Namun yang terus saya ingat adalah perkataan engkoh sepupu saya Koh Liang, pada saat saya masih SD dulu. Katanya, bakat itu cuma berpengaruh sebesar 1%, yang 99% adalah kerja keras dan latihan terus-menerus. Itulah yang saya yakini, sampai sekarang ^^

Read Full Post »

2012 (bukan resensi film)

Hari ini ada berita baru di televisi (selain perkembangan kasus KPK-Williardi-dsb-lsp-etc). Beberapa tokoh keagamaan mengeluarkan fatwa haram atas film 2012 yang sekarang sedang diputar di gedung-gedung bioskop. Alasannya, karena film tersebut ditakutkan akan menyesatkan masyarakat pada umumnya, dan kaum Muslim pada khususnya.

Huaaah, segitu seriusnya para tokoh keagamaan ini menanggapi sebuah film yang jelas-jelas fiksi. Hanya saja, memang pencetus ide film ini jeli dalam menangkat tema ‘Kiamat tahun 2012’ yang kini ramai dibicarakan orang.

Menurut saya, rakyat Indonesia tidak segitu bodohnya, sampai menelan mentah-mentah dan mempercayai keseluruhan cerita yang dikisahkan di film. Lha wong jelas-jelas fiksi, produksi Hollywood, lage!!! Kalau ada yang terlalu bego sampai menelan mentah-mentah semuanya, ya salahkanlah diri sendiri kenapa bisa sebego itu, jangan menyalahkan film.

Selain itu, rakyat Indonesia menghadapi banyak masalah yang jauuuuuh lebih pelik, seperti kelaparan, kurang gizi, kekeringan, banjir, fenomena anak jalanan, penggusuran, bentrokan, pelecehan seksual, kejahatan, penipuan, kaki gajah, dan yang paling populer akhir-akhir ini, korupsi. Dengan segitu banyaknya masalah, paling-paling film 2012 hanya akan dipandang sebagai hiburan saja (memang itu manfaat utama film, yaitu menghibur).

Tapi kita lihat sisi positifnya saja. Bagaimanapun, para tokoh agama tersebut sebenarnya bermaksud baik, yaitu melindungi umatnya dari pengaruh-pengaruh yang bisa menyesatkan.

Hanya saja, menurut saya, pendekatan yang diambil, kurang bijaksana.

Kita tidak bisa melapisi seluruh dunia dengan permadani. Karena itu, jauh lebih praktis jika masing-masing orang mengenakan sepatu pelindung kaki.

Demikian juga dengan para tokoh keagamaan. Sekeras apapun mereka berusaha, pengaruh-pengaruh buruk dan menyesatkan akan selalu ada. Tidak mungkin melarang semua pengaruh buruk demi melindungi umat. Lebih baik, bekali umat dengan ajaran agama dan kepercayaan yang benar, agar iman mereka tetap teguh, sehebat apapun godaan yang mereka jumpai.

Selain itu, saya tidak begitu setuju dengan penggunan kata ‘takut’. Kenapa kita sedikit-sedikit merasa takut, lalu bertindak kurang rasional. Makin dilindungi, makin seseorang merasa takut. Mengapa tidak mengajaknya menghadapi saja rasa takut itu.

Contohnya seperti di bawah ini:

Dulu waktu masih kecil, adik saya yang nomor dua, takut sekali kepada yang namanya anjing. Maklum, sejak kecil ia diasuh oleh Si Mbok, yang kebetulan juga sangat takut terhadap anjing. Setiap kali bermain ke rumah saudara saya yang memelihara anjing, adik saya akan bersembunyi di balik kain Si Mbok. Kalau digonggongi anjing, hampir bisa dipastikan ia akan menangis. Saya sendiri lebih beruntung. Sejak kecil, encek saya telah mengajarkan saya untuk berteman dengan anjing.

Lama-lama, timbul rasa iba juga melihat adik saya itu.

Suatu hari, salah seekor anjing betina milik saudara saya melahirkan untuk yang kesekian kalinya. Semua anaknya ada 6 ekor dan lucu-lucu! Inilah saat yang tepat, pikir saya. Adik saya harus diajari menghadapi rasa takutnya. Ia perlu dibuka pikirannya, agar melihat anjing sebagai sahabat manusia yang manis, lucu, dan setia.

Suatu sore kami pergi bermain ke rumah saudara saya (kali ini tanpa mengajak Si Mbok). Saya ajak dia melihat dan menggendong anak-anak anjing yang masih amat kecil (sebesar tikus). Dia terlihat senang, meski masih takut kalau melihat sang induk.

Saya terus mengajak adik saya bermain dengan anak-anak anjing, setiap kali ada waktu. Dimulai dari berteman dengan anak anjing (yang belum punya gigi jadi tidak bisa menggigit), hingga si doggie bertumbuh besar (giginya tajam-tajam), lama-lama adik saya tidak takut lagi kepada anjing. Sekarang ia justru menjadi seorang penyayang anjing…!!! (meskipun belum bisa piara anjing sendiri ya, huhu…)

Kenapa takut pada film 2012? Tonton saja (kalau memang suka nonton film fiksi yang seru-seru). Sehabis nonton, kita lihat apakah kita:

a. Merasa terhibur (berarti filmnya bagus)

b. Tidak merasa terhibur (berarti filmnya jelek)

c. Menjadi sesat dan takut akan kiamat (berarti kitanya begooo banget…)

Peace…!!! ^^

Read Full Post »

Mengakui Kesalahan

Kebebasan mengeluarkan pendapat… tiba-tiba istilah itu menjadi asing bagi saya. Bahasa Indonesia atau Bahasa Swahili-kah itu? Saya sungguh-sungguh tidak mengerti apa artinya. Bolehkah Anda menjelaskannya pada saya?

Setiap kali menjelang Hari Raya Idul Fitri, toko sepatu mungil milik orang tua saya, yang terletak di persimpangan jalan, akan ramai dibanjiri pembeli. Karena itu sejak sudah bisa berhitung, saya rajin membantu orang tua saya di toko, terutama saat-saat menjelang Idul Fitri. Orang tua saya selalu mengajar saya untuk melayani pembeli sebaik mungkin, seramah mungkin dan secepat mungkin, terutama bila toko sedang penuh sesak. Alasannya, bila pembeli cepat mendapatkan sepatu yang diinginkan, mereka tidak akan berlama-lama di toko, dan tempatnya bisa segera diisi oleh pembeli lain. Sayangnya sebagai anak yang kurang teliti, saya kadang hanya mengutamakan aspek kecepatan saja.

Suatu ketika, seorang bapak tua membeli sepasang sandal kulit, untuk dikenakan saat berangkat ke tempat Sholat Ied keesokan harinya. Sandal tersebut tinggal satu-satunya (sebelah kanan dipajang di rak, dan pasangan sebelah kirinya ada di gudang). Lantaran toko penuh sesak, Si Bapak sudah merasa cukup puas setelah mencoba sandal sebelah kanan saja, dan langsung membayarnya. Ia percaya, kalau yang sebelah kanan pas, tentunya yang sebelah kiri pas juga. Saya yang kurang teliti tidak menyadari bahwa sandal sebelah kiri belum dimasukkan ke dalam kotak, bersama dengan yang kanan! Jadi saya membungkus kotak berisi sebuah sandal itu dan memberikannya kepada Si Bapak.

Pada saat toko sudah tutup, kami sibuk membereskan dan mengembalikan barang-barang dagangan yang berserakan di toko. Papi saya yang teliti menemukan sebuah sandal kiri yang tidak bertuan.

“Bukannya kita hanya memajang sepatu atau sandal bagian kanan saja? Mengapa sandal kiri ini bisa ada di sini?”

Mami saya langsung ingat (karena sandal itu tinggal satu-satunya), sandal sebelah kiri itu tadinya sudah dibayar oleh seorang bapak tua.

Saya juga ingat pada bapak tua yang telah bersusah payah menembus kerumunan pembeli demi membeli sepasang sandal, dan terlihat gembira menemukan sandal yang pas dengan model yang disuka, lantas cepat-cepat mengeluarkan lembaran-lembaran uang dari dompet tuanya. Seharusnya ia bisa mengenakan sandal barunya besok pagi. Sekarang tidak mungkin lagi, gara-gara saya!

Mami saya berkata, “Ya sudahlah. Besok pagi Bapak itu pasti datang lagi untuk mengambil sandalnya yang sebelah kiri. Kita bangun pagi saja, supaya sudah siap kalau Si Bapak datang mengambil.”

Maka itulah yang kami lakukan.

Sholat Ied biasanya dilaksanakan pagi-pagi sekali. Sekitar pukul tujuh, umat Muslim telah selesai beribadah. Pukul tujuh kami sengaja membiarkan pintu samping terbuka bagian atasnya. Pukul tujuh lewat sedikit, Si Bapak datang, seperti yang sudah diperkirakan. Mami saya memberikan sandal yang telah dibungkus rapi itu kepada Si Bapak, sambil berkali-kali mengucapkan maaf.

“Maaf ya Pak, kemarin yang menjuali anak saya yang masih SD, tidak teliti, jadi cuma dijuali satu. Maaf ya, Bapak sampai harus repot-repot datang ke mari lagi. Rumahnya di mana tho, Pak? Wah… jauh juga ya, sekali lagi saya mohon maaf lho ya. Anak saya juga sudah saya marahi, biar lain kali lebih teliti lagi.”

Si Bapak adalah seorang yang baik hati dan ramah, sedikit pun ia tidak terlihat marah, malah tertawa lantaran menganggap hal ini lucu.

“Iya, saya juga sudah ndak lihat-lihat lagi, langsung saya bawa pulang. Pas di rumah dibuka, ternyata cuma satu, haha… Saya jadi ditertawakan oleh istri dan anak-anak. Haha… Ya sudah, saya mau ujung* dulu ya, terima kasih lho.”

Mungkin lantaran sejak awal Mami saya mengakui kesalahan ada pada pihak kami, dan meminta maaf dengan rendah hati, maka kesalahan yang saya perbuat berakhir dengan baik dan menyenangkan.

Namun hal meminta maaf dan mengakui kesalahan ini tidak selalu berakhir demikian. Menurut headline berita yang saya baca akhir-akhir ini, kejadiannya tidaklah seperti itu. Seorang ibu bernama PM (bisa jadi singkatan dari Perdana Menteri, Perancang Mode, Pembuat Makanan, Perajin Mebel, dan lain-lain) mengalami kejadian seperti di bawah ini.

Suatu hari Si Ibu memasuki sebuah toko sepatu untuk membeli sepasang sepatu. Setelah memilih sepasang sepatu yang disukai, ia bertanya kepada pelayan toko mengenai spesifikasi sepatu tersebut. Apakah terbuat dari kulit asli, apakah modelnya mutakhir, apakah sepatu tersebut masih baru atau sudah bertahun-tahun dipajang di toko, dan lain sebagainya.

Pelayan toko menjawab asal-asalan. Kulit kok, tapi gak tahu kulit asli atau palsu. Modelnya jelas mutakhir, baru minggu lalu keluar dari pabrik, Ibu mau nomor berapa?

Si Ibu menyebutkan nomor yang diinginkan, mencoba sepatu tersebut, lantas membayarnya dan membawanya pulang. Sesampainya di rumah barulah disadari bahwa pelayan toko amat sangat tidak teliti. Sepatu yang dibungkus tadi sama sekali bukan sepatu yang telah dicobanya. Sepatu yang ini terbuat dari plastik ringkih, bukan kulit, dan 2 nomor lebih kecil. Jelas-jelas tidak dapat dipakai, padahal Si Ibu telah mengeluarkan uang cukup banyak untuk membelinya.

Si Ibu lantas kembali ke toko sepatu tadi untuk menukarkan sepatunya. Alih-alih dimintai maaf, ia malah mendapat penjelasan yang tidak memuaskan dari pelayan toko, sepatu ini kok yang tadi dicoba, bukan yang lain… ah masa? Si Ibu meminta bertemu dengan pemilik toko, namun dihalang-halangi. Besok saja, besok saja…

Si Ibu yang pulang dengan perasaan kecewa lantas menuliskan pengalamannya dan mengirimkannya ke beberapa temannya yang tergabung dalam sebuah milis. ‘Toko Sepatu Dapatkan Pembeli dari Sepatu Fiktif’, demikian judul surat elektronik tersebut, yang lantas menyebar luas hingga ke milis-milis lainnya.

Alih-alih menyesal dan meminta maaf atas kecerobohannya, pihak toko sepatu justru merasa berang dan menuntut Si Ibu, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Demi menjaga reputasinya, pemilik toko menyewa pengacara untuk membersihkan nama toko tersebut, sekaligus melindungi pelayan-pelayan tokonya yang telah berbuat ceroboh.

Jadilah Si Ibu, konsumen pembeli sepatu yang mestinya dilayani dengan baik bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Mendapat sepatu yang sama sekali tidak cocok, tidak bisa dipakai, namun tetap harus membayar, dituntut, dipenjara, harus membayar denda pula!

Kebebasan mengeluarkan pendapat… janganlah engkau menjadi seperti kuda terbang atau peri yang hanya hidup dalam buku-buku dongeng zaman dulu…

*ujung: istilah yang digunakan di kota saya, artinya mengunjungi sanak saudara dan handai taulan ketika Hari Raya Idul Fitri tiba.

Read Full Post »

Salute!

Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun memohon kepada sebuah mesin peramal, agar ia tumbuh dewasa dalam sekejap mata. Permintaannya dikabulkan! Keesokan hari, si anak telah menjelma menjadi pria dewasa berusia 35 tahun. Perjalanan hidup membawanya menjadi karyawan di sebuah pabrik mainan. Sebagai seorang anak, ia tahu betul mainan seperti apa yang digemari oleh anak-anak seusianya. Kelebihan ini dimanfaatkan betul oleh sang pemilik perusahaan. Si anak dalam tubuh pria dewasa ini lantas diberi kepercayaan, untuk mengetes setiap mainan baru yang akan diluncurkan ke pasaran. Pekerjaan yang diimpikan oleh jutaan anak di seluruh dunia, dengan penghasilan yang memuaskan!

Itulah saat pertama aku melihatnya. Pria berusia awal 30-an yang dengan brilyan sanggup menampilkan jiwa anak-anak dalam setiap gerak-gerik, ekspresi wajah, hingga gaya berbicara. Salute!

Aku melihatnya lagi saat berusia akhir 30-an. Seorang pengacara muda brilyan yang kehilangan masa depannya akibat penyakit AIDS yang diderita. Merasa dijebak oleh para partner senior, ia lantas menuntut perusahaan tempatnya bekerja. AIDS kian menggerogoti tubuhnya. Pengacara muda yang tadinya bertubuh atletis tersebut menjelma menjadi seorang pria kurus, lemah dan pucat. Namun semangatnya untuk memperoleh keadilan tetap menyala. Sidang demi sidang dihadiri dengan tabah, sampai suatu ketika tubuh tak berdaya itu tumbang, terjerembab begitu saja.

Itulah kali kedua aku melihatnya. Sulit dipercaya bahwa si kurus pucat nan tidak berdaya itu sebenarnya sehat dan bugar. Salute!

Setahun kemudian aku melihatnya lagi. Pria dewasa berusia akhir 30-an dengan kecerdasan di bawah normal. Namun percaya tidak percaya, justru kecerdasan rendah itulah yang mengantarkannya meraih kesuksesan! Lantaran kurang cerdas, ia hanya mampu fokus kepada satu hal saja di setiap waktu. Kalau sedang berlari, ia hanya terfokus pada gerakan kaki, tak ada tempat di otaknya untuk memikirkan hal lain.

Kelemahan ini berubah menjadi kekuatan. Berkat fokus yang nyaris sempurna, ia menjadi pelari tercepat dalam permainan football. Kemampuan lari cepat juga berguna dalam militer, di mana ia berhasil menyelamatkan banyak tentara yang terluka, serta memperoleh Medali Kehormatan Kongres.

Ketika bermain ping-pong, pria dengan kecerdasan rendah ini hanya sanggup memikirkan ping-pong saja, dan tak sanggup memikirkan hal-hal lain. Fokus, lagi-lagi membawanya menjadi juara dunia cabang olah raga ini.

Itulah kali ketiga aku melihatnya. Sulit dipercaya, bahwa pria berkebutuhan khusus ini sesungguhnya jenius, brilyan dan cermat, dengan kemampuan interpretasi tinggi. Salute!

Setelah itu, tak terhitung lagi berapa kali aku melihatnya. Soalnya aku suka mengaguminya lagi, lagi, dan lagi. Mengulang-ulang tidak menjadi masalah.

Terakhir kali aku melihatnya Sabtu lalu. Berlari-lari menjelajah Roma dan Vatikan, nyaris tewas karena kekurangan oksigen, berjuang menyelamatkan nyawa ratusan ribu manusia. Akan selalu kunantikan saat-saat di mana aku bisa melihatnya lagi.

Salute, Mr. Hanks!!!

Read Full Post »

5 detik vs 5 menit

Pernahkan Anda mendengar komentar yang tidak mengenakkan, lantas menjadi bete selama berminggu-minggu karenanya? Atau pernahkan Anda merasa sakit hati gara-gara perbuatan seseorang, lalu menyimpannya dalam hati selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun? Masihkah Anda marah saat ini, akibat kesalahan yang diperbuat orang lain pada masa lalu?

Kalau iya, maka ini saatnya cuci gudang!!!

Bila tidak segera mencuci gudang, kita sendiri yang rugi. Mari kita hitung-hitungan matematika. Saya bukan jenius matematika, tapi waktu SD saya sangat mencintai mata pelajaran yang satu ini, dan berhasil mendapat nilai 9,5 pada EBTANAS SD. Setelah SMP dan selanjutnya, angka tadi kebanyakan dibalik, hehe… ^^

Ini saya alami sendiri kira-kira seminggu yang lalu. Pada saat berlatih paduan suara, saya mendadak merasa ‘hilang arah’ di tengah-tengah lagu, sehingga saya berhenti sejenak, mendengarkan suara teman-teman yang lain, baru ikut menyanyi lagi. Mungkin gara-gara kurang konsentrasi, atau lupa, atau salah membalik halaman buku. Setelah latihan hampir berakhir, seorang rekan nyeletuk ke arah saya dengan sinis, “ini dia yang dari tadi fales” (= bersuara sumbang).

Dug! Saya merasa terpukul. Rekan tadi memang benar sih, saya ada kesalahan waktu menyanyi… tapi masa iya harus sinis begitu bicaranya? Apakah kesalahan yang saya buat tadi demikian fatal? Tapi kok pelatih paduan suara dan dirigen tidak mengatakan apa-apa ya? Saya merasa bingung, sedih, dan takut bersuara lantang. Akhirnya saya menyanyi dengan suara pelan, sambil menajamkan telinga mendengarkan suara teman-teman lain. Suasana hati saya rusak sudah.

Saya menengok arloji. Sudah 5 menit saya merasa sedih gara-gara mendengar komentar sinis tadi. Anggaplah komentar itu diucapkan dalam waktu 5 detik saja. Efeknya terhadap saya masih terus terasa setelah 5 menit = 300 detik. Betapa ruginya! Komentar selama 5 detik telah merusakkan suasana hati saya selama 300 detik! Tidak perlu jenius matematika untuk memahami bahwa hal ini amat merugikan!

Saya bertekad, sudah sampai di sini saja! Ceria mode: on. Kalau saya konsentrasi, tentunya tidak akan salah dalam menyanyi. Kalaupun ada yang salah, tentu pelatih, dirigen, atau rekan satu suara akan memberitahu. Kalau ada rekan yang memberitahu dengan nada sinis, bukan berarti dia menyebalkan, tapi karena mungkin nada bicaranya memang begitu. Lagipula maksudnya baik, memberi tahu agar saya cepat memperbaiki. Nah, kalau begitu, buat apa bersedih?

Kadang perkataan atau perbuatan singkat seseorang, dapat merusak suasana hati kita selama berhari-hari. Ibarat sembelit, (maaf) kotoran yang tertahan dalam tubuh selama berhari-hari dapat menimbulkan racun yang buruk bagi kesehatan. Demikian juga perasaan dan suasana hati. Karena itu, segeralah cuci gudang. Bersihkan dan sehatkan suasana hati Anda.

Jangan biarkan setitik nila merusak susu sebelanga. Jangan biarkan perkataan, perbuatan, atau apa saja yang dilakukan orang lain menghalangi Anda untuk merasa bahagia. Ambil hikmahnya (kalau ada), selebihnya tinggalkan. Ingat, 5 detik vs 5 menit saja sudah rugi banyak. Apalagi kalau lebih dari 5 menit.

Mulai sekarang kalau ada yang membuat Anda kesal, marah, bete, sedih, jengkel, kecewa, sakit hati, dan kroni-kroninya, jangan biarkan emosi negatif itu mengendap selama lebih dari 5 menit ya… ^^

#Membaca komentar dari You-know-who, saya jadi ingat salah satu kata perenungan Master Cheng Yen yang bunyinya kira-kira “Marah adalah menghukum diri sendiri atas kesalahan yang diperbuat orang lain.”#

Read Full Post »

Older Posts »